Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rawon Nguling, Pelepas Lapar dari Timur

Kompas.com - 17/01/2011, 14:34 WIB

KOMPAS.com- "Kalau ke Probolinggo, harus mencoba Rawon Nguling," kata Indra, seorang warga Probolinggo setiap saya menceritakan rencana bepergian ke daerah di timur Pulau Jawa itu.

Dalam perjalanan pulang dari Gunung Bromo, Minggu (16/1/2011) kemarin, saya pun akhirnya mampir untuk mencoba rawon yang terkenal itu. Rumah makan, orang Jatim menyebutnya depot, seluas sekitar 14 meter X 20 meter di Jalan Tambakrejo nomor 75 Probolinggo itu hanya terisi setengah. Sebagian meja yang sudah ditinggalkan pelanggan masih berantakan dengan piring kotor. Saya menempati salah satu meja yang tampak bersih tanpa bekas makan konsumen. Ternyata, meja masih lengket.

Meski ada juga menu lain, saya memenuhi saran teman dengan memesan nasi rawon. Untuk rawon, di sini memang hanya ada nasi rawon daging. Tidak ada rawon dengkul dan varian rawon lain. Pilihan selain rawon antara lain nasi gule kambing, nasi sop, nasi campur, nasi lodeh, nasi pecel, nasi kare ayam kampung, nasi semur daging, dan nasi sayur asem.

"Minume?," tanya pelayan tanpa keramahan sedikitpun. Jeruk hangat saya pilih untuk menetralisir makanan yang berdaging. Pelayan pun ngeloyor tanpa sepatah kata  dan beberapa saat kemudian membawakan nasi yang disiram kuah rawon, beberapa potong daging, sedikit kecambah atau toge, dan sambal. Sepiring lainnya berisi empal, sate empal, dan tempe goreng yang boleh dinikmati bila mau.

Kuah rawonnya tidak terlalu gelap, tanda rawon yang digunakan tidak banyak. Kendati demikian, kuah rawon cukup gurih dan sedikit manis.

Daging rawon tidak seistimewa cerita-cerita yang disampaikan. Namun, empalnya memang sedap. Dagingnya empuk betul dan bumbunya meresap.

Jeruk hangat menyelesaikan makan siang saya di Rawon Nguling dengan pelayannya yang berusia sekitar 40-an. Segera saja saya bayar, Rp 28.500 untuk satu nasi rawon, satu potong empal, dan satu gelas jeruk hangat.

H Muhammad Dahlan yang mengelola depot tampak lebih ramah. Dia bercerita bahwa restorannya sudah dikelola sejak tahun 1950-an. Setidaknya, lapar saya tertawarkan di sini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com